![]() |
Habib Ali Jalan Kalimas Udik Surabaya
Dikenal sebagai tokoh familiar tanpa
membeda-bedakan status sosial.
|
SURABAYA, LiputanIndonesia.co.id
- Seorang tokoh agama yang berasal dari Jalan Kalimas
Udik II/32 Surabaya dikenal sebagai sosok yang Familiar. Beberapa hari yang
lalu, tepatnya hari selasa 9 september 2014, masyarakat digemparkan dengan
kabar bahwa sang tokoh pergi meninggalkan alam dunianya. Tak hanya masyarakat
sekitar, petinggi-petinggi negeri juga merasa kehilangan dengan perginya sang
tokoh itu. Nampak hadir saat pemakaman berlangsung, Walikota Surabaya, Jajaran
Korem, Polda Jatim dan Polrestabes Surabaya.
Habib Ali bin Husain Al-Haddad, kelahiran Surabaya,
29 September 1935, mayarakat menyebutnya “Abuya”
yang artinya adalah sang Guru. Keseharian beliau selalu diisi dengan hal-hal
positif, mulai dari berdagang, mengajar dan selalu mengisi ceramah agama di
Majelis taklim. Tuffah Ali Al-haddad, putri bungsu dari Habib Ali mengatakan
pihaknya sangat merasa kehilangan dengan sosok ayahnya yang selama ini dikenal
sebagai panutan bagi dirinya, saudara dan masyarakat disana. Selama berada
dirumah, ayahnya selalu memberikan pesan-pesan moral kepada anak-anaknya, terutama
soal agama dan sosial. Tidak membeda-bedakan dari mana status sosialnya. “Abah selalu
mengingatkan, kita semua ini sama, baik dari suku ini dan itu, semuanya
saudara, bahkan beda agama pun kita harus saling menghargai,”ucapnya, kamis (11/9)
menirukan pesan-pesan ayahnya.
Semenjak
kecil abuya selalu belajar kepada ayahnya yang bernama Habib Husain bin Ahmad,
SD hingga SMA beliau belajar di Yayasan Al-Khairiyah Surabaya, hingga dirinya
meneruskan pekerjaan ayahnya untuk berdagang. Yakni membuka toko sarung dan
busana muslim di Pasar Turi Surabaya. “setelah ada kebakaran di pasar
turi, akhirnya pindah ke pasar Bong untuk
membuka usahanya disana,”lanjut Tuffah.
Tahun 1980 abuya sudah tak lagi berdagang
karena digantikan anaknya. Semenjak itulah dirinya menjadi Imam di Masjid
Serang Surabaya, di kediamannya, seolah tak pernah sepi dari tamu yang sedang
mengunjunginya. Bahkan, sempat ada kabar, ketika saat pencalonan Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY), yang saat ini masih menjabat sebagai Presiden RI mengunjungi
rumah abuya dan meminta untuk mendoakan dirinya, “Sebelum Pilpres dulu, setelah
pak SBY jadi, juga pernah mengundang abuya untuk datang ke kediamannya di
Istana Negara,”ucapnya.
Tak hanya SBY, Habib Umar bin Hafidz, seorang
ulama muda yang berasal dari Tarim, Hadramaut, salah satu kota
tertua di Yaman yang menjadi sangat terkenal di seluruh dunia dengan
berlimpahnya para ilmuwan dan para alim ulama. Putera dari salah seorang ulama
intelektual Islam yang mengabdikan hidup mereka demi penyebaran agama Islam dan
pengajaran Hukum Suci serta aturan-aturan mulia dalam Islam, yakni Muhammad bin
Salim bin Hafiz bin Shaikh Abu Bakr bin Salim juga pernah mengunjungi rumah
Abuya di Jalan Kalimas Udik II/32 Surabaya.
Sosok Abuya dikenal dengan kearifanya, tanpa
membeda-bedakan letak status sosialnya, Tuffah menceritakan, pernah ada
kejadian, ada dua orang yang sedang membutuhkan habib ali untuk mengisi acara-acara
yang sifatnya keagamaan. Datang seorang laki-laki muda bermaksud untuk
mengundang di acaranya, diketahui dia warga sekitar dan terkesan sederhana. Setelah
beberapa jam kemudian datang lagi juga seorang laki-laki muda dari kalangan
konglomerat dengan tujuan yang sama untuk mengundang Abuya. “seketika itu abuya
meminta maaf kepada orang yang kedua bahwa dirinya tidak bisa menghadiri
undangannya. Meskipun orang pertama ini biasa-biasa saja, abuya tidak mau
mengecewakanyya, dan itu memang sudah menjadi prinsip beliau, tak peduli dari
kalangan mana saja,”tuturnya.
Semenjak kepergiannya, kini, tak hanya sanak
familynya yang merasa kehilangan, masyarakat pun juga merasa berat ditinggal
sosok abuya. Sebelum meninggal, Abuya tidak meninggalkan harta benda yang
dimilikinya, melainkan mewariskan kepada anak-anaknya agar selalu menjalankan
sholat lima waktu, selalu rukun terhadap saudara-saudaranya dan peduli kepada sesama.
“sebenarnya sudah lama beliau mengalami penyakit jantung, sekitar 28 tahun yang
lalu, cuma saja abuya masih kuat. Waktu di ruang ICU, abuya bisa duduk dengan
santai. Padahal kalau di ruang ICU pasien diharuskan berbaring. Dan saat detik-detik
terakhir abuya meninggal dunia, bau wewangian menyelimuti ruangan rumah sakit. Entah,
Saat ini masih belum ada yang bisa gantikan beliau, tak hanya kita, masyarakat
juga merasa kehilangan dengan kepergiannya,”pungkasnya.[ihul]








Media Liputan Indonesia
DIATUR OLEH UNDANG - UNDANG PERS
No. 40 Thn. 1999 Tentang Pers
HAK JAWAB- HAK KOREKSI-HAK TOLAK
Kirim via:
WhatsApps / SMS:08170226556 / 08123636556
Email Redaksi:
NewsLiputanIndonesia@gmail.com
PT. LINDO SAHABAT MANDIRI
Tunduk & Patuh Pada UU PERS.
Komentar