Liputan Indonesia || Jakarta, - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) meminta kepolisian RI bekerja secara terbuka. Sampai Minggu (17/7), kepolisian belum juga mengumumkan tersangka kasus baku tembak yang terjadi pada Jumat (8/7).
Sejak kasus ini diumumkan ke publik, masyarakat mulai berasumsi karena dinilai ada beberapa kejanggalan.
Dia juga mempertanyakan sosok Bharada E yang tak kunjung ditampilkan ke publik. Bahkan identitasnya secara umum pun belum diumumkan. Hal itu juga membuat publik bertanya-tanya.
"Bharada E ini kan sampai sekarang belum jelas. Sampai sekarang siapa sih Bharada E ini? Anggota Brimob? Satuan Brimob mana? Yang disampaikan dari pelopor. Kompi berapa? Angkatan berapa. Pertanyaan-pertanyaan itulah yang memunculkan asumsi-asumsi."
Menurut pernyataan polisi, Brigadir J, yang merupakan ajudan dari Irjen Pol Ferdy Sambo, diduga melakukan pelecehan seksual dan menodongkan senjata kepada istri Irjen Sambo di kamarnya. Kejadian itu membuat istri Irjen Sambo berteriak dan Brigadir J panik, kemudian keluar dari kamar.
Saat itu, Birgadir J bertemu dengan Bharada E. Saat Bharada E menanyakan apa yang terjadi, Brigadir J dikatakan membalasnya dengan tembakan.
Kronologi polisi menyebut, Brigadir J mengeluarkan tembakan sebanyak tujuh kali dan dibalas oleh lima kali tembakan oleh Bharada E.
Namun, pernyataan berbeda datang dari keluarga Brigadir J, yang mengungkap empat luka tembakan dan luka bekas sayatan di tubuh brigadir J. Dua jari Brigadir J juga dikatakan putus.
Publik butuh informasi yang 'terang-benderang'
Kompolnas, yang terlibat dalam tim khusus yang mengusut kasus penembakan ini, mengaku tengah mendalami beberapa hal yang dinilai publik mengandung kejanggalan. Salah satunya terkait sosok Bharada E.
"Kami sudah meminta Pak Benny (ketua harian Kompolnas yang terlibat aktif dalam tim khusus) untuk nanti mendalami soal itu, mengapa belum dimunculkan, mengapa belum dijadikan tersangka, sementara saat jumpa pers sudah disampaikan. Mohon bersabar, ditunggu penjelasan dari pihak Polri bagaimana," kata Wahyu.
Anggota Kompolnas itu juga mengatakan semua hal yang dianggap sebagai kejanggalan akan diklarifikasi kepada pihak kepolisian.
Pihak-pihak eksternal lainnya, kata Wahyu, juga akan dilibatkan demi mencari kebenaran yang sebenarnya, misalnya seperti ahli forensik yang mengetahui jenis-jenis luka di tubuh.
"Kompolnas sekarang ingin meluruskan, meluruskan bukan berarti membenarkan ya. Maksudnya kita klarifikasi, kan ini ada informasi resmi, official statement dari humas, lalu ada respons publik, yang menganggap bahwa penjelasan resmi ini ada yang tidak masuk akal, itu kita klarifikasi.
Mengapa sampai ada informasi keliru, itu yang harus dibuka ke publik karena tujuannya kan agar kasus ini menjadi terang-benderang," ujar Wahyu.
Jika kepolisian tidak ingin kehilangan kepercayaan publik, kata Wahyu, kapolri harus memenuhi janji untuk melakukan proses ini dengan transparan, profesional, dan akuntabel, dengan melakukan investigasi berbasis sains.
Jika masih ada kejanggalan di mata publik, bisa dipastikan respons publik akan kembali negatif terhadap institusi Polri.
Polisi perlu berbenah secara internal
Bambang Rukminto menilai kasus baku tembak antara Brigadir J dan Bharada E sebenarnya merupakan kasus pembunuhan biasa, tetapi pihak kepolisian membuat kasus ini menjadi "luar biasa". Hal itu dilihat dari kasus yang dibuka setelah tiga hari dan pernyataan-pernyataan yang disampaikan setelahnya.
"Yang membuat luar biasa kan Polri sendiri, yang kemudian membentuk tim khusus yang luar biasa ya karena pernyataan-pernyataan dari Polri sendiri, mulai dari kapolres, karopenmas. Makanya kalau ini dibiarkan terus, masyarakat tidak ditunjukkan bukti-bukti yang konkret secepatnya, ini bisa menjadi bumerang bagi marwah kepolisian sendiri," kata Bambang.
Juga berkaca dari kasus ini, Bambang menilai, hal yang harus dibenahi dari institusi kepolisian adalah sistem pengawasan. Misalnya saja soal pengawasan penggunaan senjata.
Seperti disampaikan kepolisian, Bharada E menggunakan senjata jenis Glock 17, yang menurut beberapa pihak hanya boleh digunakan oleh anggota polisi yang minimal berpangkat perwira. Sementara Bharada E masih berada di jenjang Bhayangkara Dua (Bharada), pangkat terendah di kepolisian.
"Ini menjadi catatan. Polri itu anggotanya 460.000, yang perwira cuma delapan persen, jadi yang bintara dan tamtama itu jumlahnya 92%. Maka pembinaan personel, itu PR yang sampai sekarang belum kelar-kelar," kata Wahyu.
Penulis : one
Media Liputan Indonesia
DIATUR OLEH UNDANG - UNDANG PERS
No. 40 Thn. 1999 Tentang Pers
HAK JAWAB- HAK KOREKSI-HAK TOLAK
Kirim via:
WhatsApps / SMS:08170226556 / 08123636556
Email Redaksi:
NewsLiputanIndonesia@gmail.com
PT. LINDO SAHABAT MANDIRI
Tunduk & Patuh Pada UU PERS.
Komentar