Liputan Indonesia || Sidoarjo - Menyambut Pilkada 27 November 2024 mendatang, tentunya masyarakat Kabupaten Sidoarjo benar - benar mempersiapkan diri untuk bisa memilih dan memilah bakal calon Pemimpin Daerah yang amanah dan bisa membawai masyarakat seperti yang tertuang pada sila kedua Pancasila " kemanusiaan yang adil dan beradab " yang artinya seorang Pimpinan tidak ada rasa tebang pilih dan bisa merangkul kepada semua masyarakat Sidoarjo yang ada.
Dengan melihat Pemerintahan Kabupaten Sidoarjo pada saat ini dalam pembangunan infrastrukturnya sudah berjalan dengan baik. Namun harus tetap diimbangi dengan rasa iman dan taqwa kepada Tuhan YME, ini menjadi satu kesatuan untuk membangun diri seorang pemimpin lebih kuat tidak akan bisa terpengaruh hal - hal yamg tidak diinginkan . Melihat dekade demi dekade Pimpinan Daerah Kabupaten Sidoarjo akhirnya menuai persoalan dengan hukum. Jangan sampai Pemerintahan kota bandeng dan udang ini kedepannya terulang kembali.
Tongkat komando dalam Pemerintahan kota bandeng dan udang ini selama 24 Tahun, masih dipegang kuat oleh partai berlambang bola dunia yang dikelilingi sembilan bintang (PKB) tersebut dan akankah Pilkada kedepan masih dipegang oleh partai yang sangat dominan ini.
Menurut keterangan Nanang Haromain selaku Founder Institute Research Publik Development (IRPD) yang ditemui Liputan Indonesia.co.id saat ngobrol santai, Kamis malam (30/5/2024) di salah satu angkringan di Gading Fajar Sidoarjo. Dijelaskan bahwa hal tersebut diatas dalam tiga dekade ini selalu dimenangkan dari partai PkB dan kenapa korupsi itu bisa terjadi.
Sebelum berbicara lebih jauh kita coba melihat peta demografis politik warga Sidoarjo, secara kultural memang di dominasi oleh warga Nahdliyyin, yang orentasi politiknya meskipun tidak jelas tapi banyak larinya ke PKB. jadi tidak bisa dipungkiri semenjak pilkada di mulai PKB selalu menang di Sidoarjo semenjak tahun 2099, karena PKB di sidoarjo punya basis elektorial yang kuat , seperti Nahdliyyin dikenal sebagai kelompok yang loyal, kelompok punya keyakinan dan sebagai pihak yang paling banyak di Sidoarjo, wajar kalau mereka berharap wakil dari mereka duduk di kepemimpinan Bupati Sidoarjo (W1) .
Kebetulan juga disini basis - basis secara kultural, elektoral didominasi oleh kelompok Nahdliyyin dan ini mamang tidak dipungkiri terutama didaerah pinggirian pedesaan banyak sekali warga Nahdliyyin, kalau itu menang hal yang wajar," jelas Nanang.
Kemudian dalam pelaksanaannya ada persoalan hukum dan dijerat persoalan kejahatan hukum, saya pikir ini bukan hal yang relevan kalau berbicara tentang agama. Karena ketika masuk wilayah politik terkadang sudah
berbeda semua , persoalan kemudian menjadi komplek ketika berbicara Korupsi dan berbicara kejahatan hukum yang lainnya, itukan banyak faktor ,kalau ada teori - teori korupsi kenapa terjadi ada banyak teori yang memungkinkan :
Satu ada kesempatan
dimana orang itu ada ruang yang dekat dengan ruang-ruang itu.
Kedua adalah keserakahan, balik pada persoalan pribadi masing - masing, juga ada kebutuhan ini mungkin juga bisa bicara tentang sistem pemilu kita. Pemilu kta seperti ini masih hestos butuh biaya besar kalau dia memenangkan butuh tenaga, energi dan logistik yang besar, dan berupaya untuk bisa mengembalikan.
Dan yang terakhir eksternal dipolitik sudah lazim, berbicara tetkait lawan politik , sebelum pemilu dimulai kalau bisa saling menjatuhkan. Ada asumsi - asumsi seperti itu dimanapun bukan hanya di Sidoarjo. sekarang kita ngomong KPK,APH itu banyak dimanfaatkan untuk mencari kemenangan lebih awal.
Kalau sisitimnya pemilu seperti itu, dan kemudian birokrasinya juga seperti itu kadang kepala daerah hanya tanda tangan bisa jadi, karena kepala daerah tidak paham hukum itu variabel yang menjadi kejahatan.
Kejahatan ekonomi sampai ada banyak variabel yang melakukan urusan di pesan Pilkada, tetapi ini datang tidak hanya di Sidoarjo, kalau sampai memunculkan ada kepala kepala daerah berakhir dengan urusan hukum.
Yang saya pikir terjadi di banyak tempat persoalan persoalan umum seperti yang ada di sini. jadi saya meyakini lagi mungkin karena di internalnya partai. Dari mana data yang penting,atau mungkin background pemimpin kita.
Awal saya meyakini orang yang mau maju itu komitmennya harus kuat tidak korupsi, tetapi ketika nanti terpilih itu sudah jadi berharap, ini kesempatan jadi pelajaran.
Sekarang untuk memilih pemimpin, kita harus bisa melihat kualitas, kapasitas integritasnya. Sampai dia bisa komitmen sampai akhir nanti (5 tahun ke depan)," pungkasnya.
Penulis : Soen
Baca juga:
"Berita Terbaru Lainnya"
"Berita Terbaru Lainnya"
Media Liputan Indonesia
DIATUR OLEH UNDANG - UNDANG PERS
No. 40 Thn. 1999 Tentang Pers
HAK JAWAB- HAK KOREKSI-HAK TOLAK
Kirim via:
WhatsApps / SMS:08170226556 / 08123636556
Email Redaksi:
NewsLiputanIndonesia@gmail.com
PT. LINDO SAHABAT MANDIRI
Tunduk & Patuh Pada UU PERS.
Komentar