Kunjungan kali ini ahli waris kunci makam Mbah Bungkul menyampaikan keluhan tentang pengelolaan makam yang tidak steril dan adanya ketidaksesuaian silsilah keturunan Mbah Bungkul hingga kakeknya, Usman.
“Silsilah keturunan Mbah Bungkul tidak terdapat nama Mbah Usman hingga ahli waris saat ini yang masih ada, bahkan ada nama yang jelas bukan keturunan Mbah Bungkul dituliskan,” ujar Iwan.
Mereka meminta agar peta kondisi makam dikembalikan seperti pada tahun 1940, dimana komplek makam hanya memiliki 2 rumah untuk juru kunci dan marbot.
Saat ini, terdapat 13 rumah yang tidak diakui memiliki Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) oleh Bapenda, dimana hanya 4 rumah yang terdaftar memiliki PBB, di dalam komplek makam.
Keluhan juga terkait dengan kondisi toilet yang digembok dan hanya digunakan untuk warga, padahal seharusnya untuk kebutuhan peziarah.
Mengenai area depan makam yang dijadikan SWK sejak tahun 2006, ahli waris berharap agar pengelolaannya kembali diambil alih Pemerintah Kota, bukan oleh perorangan.
“Setelah pandemi COVID Pemerintah Kota tidak lagi mengelola SWK, dan terjadi indikasi pungutan liar (pungli),” tegas Iwan.
Dijelaskan pula bahwa keluarga ahli waris mendirikan yayasan untuk menciptakan transparansi dalam pengelolaan makam Sunan Bungkul, terutama di dalam lingkungan makam.
“Kami berharap dana yang terkumpul, baik dari kotak infaq maupun sumbangan toilet, digunakan dengan transparan dan sesuai tujuan,” ujar Iwan.
Keluarga ahli waris baru menyampaikan keluhan ini pada Rumah Aspirasi dan Sapa Warga, dan belum secara langsung kepada Pemerintah Kota.
Kadisbudporapar Kota Surabaya, Herry dalam tanggapannya mengatakan bahwa telah koordinasi dengan BPKAD dan dinyatakan area makam Mbah Bungkul adalah aset Pemkot Surabaya.
“Kewenangan dari Disbudporapar ditetapkan pada tahun 1996 terkait pada cagar budaya makam Mbah Bungkul, dan setiap tahunnya berkirim surat pada kelurahan untuk diberikan data peserta penjaga, dan meminta laporan untuk kebersihan area cagar budaya,” terang Herry.
Tercatat ada tiga orang penjaga makam seperti yang terdapat di makam cagar budaya yang lain, seperti boto putih, ataupun makam Sawunggaling dan lainnya
“Terkait adanya laporan dari ahli waris Mbah Bungkul, akan ditindaklanjuti untuk dilakukan koordinasi penertiban, karena taman bungkul ini merupakan destinasi wisata religi di Kota Surabaya,” kata Herry.
Khusnul Khotimah, Ketua Komisi D mengatakan, maksud dan tujuan ahli waris Mbah Bungkul untuk dikembalikan pengelolaan makam Mbah Bungkul pada Pemkot Surabaya, apalagi terindikasi ada pungli.
Selanjutnya Disbudporapar diminta untuk segera melaksanakan rapat koordinasi dengan mengundang bagian Hukum, Aset, Kelurahan, dan dinas koperasi, juga instansi yang terkait lainnya.
“Diharapkan dengan adanya laporan ini Marwah makam Mbah Bungkul kembali pada khitahnya, dan segera bisa diselesaikan, Minggu depan akan kita minta laporannya,” pungkas Khusnul.
Sementara itu, Komisi D Surabaya Akmarawita Kadir mengapresiasi masukan ahli waris mengenai kondisi lapangan, mengingat adanya hak ahli waris yang diakui pengadilan agama.
“Penataan ulang diperlukan karena kondisi saat ini terlihat semrawut dan kurang bersih. Pengelolaan juga perlu diperbaiki,” kata dia
Seiring dengan pengakuan internasional Taman Bungkul sebagai cagar budaya, penataan yang lebih serius diperlukan.
“Disporapar Surabaya diminta untuk mengkoordinasikan dengan dinas terkait seperti kelurahan, BPKAD, dan kecamatan untuk memastikan pengelolaan yang optimal,” ugkapnya
Ia menambahkan kita juga menyarankan kepada Inspektorat untuk melihat apakah memang benar ada dugaan pungli disana dan juga kalau ada SWK disana apakah sudah benar-benar retribusinya masuk ke PAD Kota Surabaya,” tambah legislator partai Golkar.
Penulis : Tjan08
"Berita Terbaru Lainnya"
Media Liputan Indonesia
DIATUR OLEH UNDANG - UNDANG PERS
No. 40 Thn. 1999 Tentang Pers
HAK JAWAB- HAK KOREKSI-HAK TOLAK
Kirim via:
WhatsApps / SMS:08170226556 / 08123636556
Email Redaksi:
NewsLiputanIndonesia@gmail.com
PT. LINDO SAHABAT MANDIRI
Tunduk & Patuh Pada UU PERS.
Komentar